Beberapa waktu yang lalu ketika ke Mal Kelapa Gading, di jalan saya melihat baliho discount Gramedia 30% untuk semua produk kecuali elektronik. Yayy, asyik discount 30% lumayan kata saya. Tetapi pada saat itu kami sekeluarga hendak makan malam, saya tidak berharap kami akan sempat untuk mampir.
Setelah makan, D ingin main ke Timezone. Semakin pudarlah harapan saya untuk mampir ke Gramedia. Setelah puas main tak terasa sudah hampir pukul 21.00. M suami saya menanyakan, apakah saya masih tetap pingin ke gramedia. Saya mengiyakan dengan antusias.
Sesampai di Gramedia, saya melihat masih banyak orang berjubel memanfaatkan moment discount. Akhirnya saya menemukan "New Moon" lanjutan "Twilight".,saya ambil seraya bergegas ke kasir, M bertanya, kenapa beli cuma satu. Saya bingung tidak bisa menjawab, selama ini ia selalu sebal akan hobby saya membaca dan mengoleksi buku. Biasanya ia akan memasang tampang sebal walaupun tidak pernah melarang.
Kami memang mempunyai hobby yang berbeda. Ia menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan otomotif. Sedangkan saya sangat suka membeli buku dan membaca. Karena kesenangan saya membeli buku menyebabkan rumah kami yang mungil menjadi bertambah sesak sangat mengganggu buat M.
Anehnya M mendesak saya untuk membeli semua buku yang saya inginkan. Kebetulan ada tiga buah. Sejenak saya ragu karena harus menguras dompet lumayan banyak. Tapi ia terus meyakinkan saya supaya saya memanfaatkan moment discount itu. Akhirnya karena memang saya mudah goyah dalam hal buku, saya ambil tiga buah buku dengan penuh gairah.
Ketika berjalan menuju parkiran mobil, saya bertanya kepada M, kenapa tidak seperti biasanya ia bersikap seperti itu. Setelah terdiam sejenak ia menjawab ,bahwa ia cuma mencoba lebih memahami saya sebagai pasangan. Katanya lagi seperti e-mail yang saya forward padanya, di situ di tulis dalam pernikahan yang penting bukan menikahi orang yang tepat melainkan bagaimana memahami pasangan kita.
Mata saya terasa panas, saya merasa senang dan terharu sekali. Terus terang saya lupa pernah mengirim e-mail seperti itu. Dan saya juga tidak ingat sama sekali isi e-mail itu.
Yang saya rasakan adalah ketika seseorang berusaha untuk memahami diri kita, kita akan berusaha menjadi orang yang lebih baik. Tetapi ketika seseorang memberikan kritik terhadap kita, kita belum tentu berusaha menjadi lebih baik, malah mungkin dalam hati kita akan menyangkalnya.
Keesokan hari saya menyempatkan diri untuk membaca e-mail tersebut, judulnya sharing yang saya peroleh dari sebuah milis. Ternyata isi e-mail itu lebih tepatnya adalah kunci sukses sebuah pernikahan adalah bukanlah menemukan orang yang tepat, melainkan bagaimana belajar mencintai orang yang kita temukan.
Pada saat itu saya benar-benar merasa bahwa saya telah menikahi orang yang tepat.